Jumat, 06 Februari 2009

Langgarku Yang Malang

Langgar adalah sebutan untuk sebuah tempat ibadah umat islam yang ukurannya lebih kecil dari masjid. Aku juga kurang paham dari mana asal-usul kata itu sebenarnya. Rumahku di sebuah dusun yang agak terpencil, jauh dari desa-desa. Bahkan listrik di dusunku itu baru masuk secara resmi pada tahun 2006, sebelumnya kami menggunakan saluran kabel ilegal dari kampung yang agak dekat dengan rumahku. Di dusun tempat tinggalku waktu itu hanya ada sekitar 8 rumah yang hampir semuanya memiliki hubungan kerabat.

Langgar di tempatku pada tahun 1996 masih sangat sederhana, berdindingkan anyaman bambu, beralas tikar dan terpal dan diterangi lampu teplok yang berbahan bakar minyak tanah. Akan tetapi aku merasakan masa-masa yang indah waktu itu, langgarku cukup ramai jama'ah pada hari-hari biasa apalagi pada saat ramadhan tiba. Di sana kami merasa sangat dekat satu sama lain, sehingga selepas sholat berjamaahpun kami masih duduk dan berdiskusi di langgar. Waktu itu belum ada pompa air listrik, jadi kami pun bergiliran mengisi air di "padhasan" untuk wudhu. Pekerjaan ini memang sangat melelahkan karena kami haru memikul air di ember dari sumur-sumur di dekat sawah dengan jarak yang cukup jauh dan menanjak, karena posisi pemukiman kami di dataran tinggi. Tetapi kami melakukan semua itu dengan ikhlas. Hingga akhirnya pada suatu hari kami merasa harus merenovasi langgar supaya agak luas dan kami semua dapat beribadah dengan nyaman. Niatan itu akhirnya terwujud setelah melakukan rembugan beberapa kali. Disepakati dengan iuran warga dan bantuan dana dari kelurahan, maka renovasi dilakukan. Dana hanya digunakan untuk membeli material dan konsumsi. Tenaga pembangunan dilakukan secara gotong-royong, begitulah kami melakukannya. Kami merasa senang, karena akan menempati langgar baru. Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba, kami mulai melakukan sholat berjamaah di sana.

Hari demi hari berganti dan akhirnya berganti minggu, bulan dan tahun semuanya menjadi berubah. Langgar yang dulu ramai oleh suara anak-anak mengaji kini menjadi sunyi senyap dan hanya sesekali suara tokek yang terdengar ketika malam tiba. Hatiku menjadi sedih mengingat masa lalu itu. Kini semua orang mempunyai pesawat tv, bahkan sebelum magrib tiba pun mereka sudah menyalakannya dan lupa waktu sholat. Siaran-siaran televisi mebombardir anak-anak dan orang dewasa, mereka terbius, mereka terlena. Anak-anak yang seharusnya mengaji dan belajar dengan tenang menjadi gelisah menanti waktu acara favorit mereka. Langgar itu kini menangis.... langgar itu lantainya kotor oleh debu dan kotoran tokek dan cicak. Langgar itu rindu akan masa kecilnya dulu, akan masa lalunya ketika orang orang menyayanginya dan merawatnya. Langgarku yang malang, aku juga merindukanmu di sini, di Jakarta yang riuh. Do'aku suatu masa nanti akan ada hari-hari yang indah bagimu menjadi tempat berdo'a dan menyembah Allah SWT bagi orang-orang yang beriman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar